Rabu, 21 Mei 2014

karya ilmiah



I.                   PENDEHULUAN

I.I  Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan di setiap negara. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2004 pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi anak agar memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, berkepribadian, memiliki kecerdasan, berakhlak mulia, serta memiliki keterampilan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat dan warga negara. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang mulia ini disusunlah kurikulum yang merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan dan metode pembelajaran. Kurikulum digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Untuk melihat tingkat pencapaian tujuan pendidikan, diperlukan suatu bentuk evaluasi.
Dengan demikian evaluasi pendidikan merupakan salah satu komponen utama yang tidak dapat dipisahkan dari rencana pendidikan. Namun perlu dicatat bahwa tidak semua bentuk evaluasi dapat dipakai untuk mengukur pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Informasi tentang tingkat keberhasilan pendidikan akan dapat dilihat apabila alat evaluasi yang digunakan sesuai dan dapat mengukur setiap tujuan. Alat ukur yang tidak relevan dapat mengakibatkan hasil pengukuran tidak tepat bahkan salah sama sekali.
Kebijakan Ujian Nasional berlaku untuk jenjang SMP dan SMA. Sejauh ini, implementasi kebijakan Ujian Nasional untuk tingkat SMP tidak menimbulkan masalah yang muncul kepermukaan. Lain halnya dengan implementasi Kebijakan Ujian Nasional untuk tingkat SMA. Implementasi kebijakan Ujian Nasional untuk tingkat SMA masih belum optimal. Dari semenjak dikeluarkannya pada tahun 2003 hingga sekarang, kebijakan Ujian Nasional tingkat SMA selalu diwarnai oleh kontroversi, polemik, kecurangan-kecurangan dalam pelaksanaan, sampai gugatan warga terhadap pemerintah ke pengadilan. Masalah-masalah tersebut seakan-akan menjadi rutinitas tahunan tanpa penyelesaian yang jelas dan menghasilkan solusi yang memuaskan semua pihak.

I.2  Rumusan Masalah
I.2.I  Apa itu Ujian Nasional
I.2.2  Apa Dampak Ujian Nasional bagi siswa
I.2.3  Bagaimana Hasil survey tentang penggadaan UN
I.2.4  Tujuan diadakan UN

I.3 Tujuan Penulisan
I.3.I   Mengetahui UN
I.3.2   Mengetahui Dampak UN bagi siswa
I.3.3  Mengetahui hasil survey tentang penggadaan UN
I.3.4  Mengetahui tujuan diadakan UN

I.4  Manfaat Penulisan
I.4.I  Bagi siswa, agar dapat mengetahui upaya yang harus dilakukan dalam menghadapi ujian nasional
I.4.2 Bagi sekolah, agar dapat meningkatkan kesiapannya dalam menghadapi ujian nasional.


















II.                KAJIAN PUSTAKA

2.I  Defenisi  Ujian Nasional
UJIAN NASIONAL adalah salah satu jenis evaluasi yang dilakukan pada dunia pendidikan dan disesuaikan dengan standar pencapaian hasil secara nasional.

        UAN merupakan penilaian pada akhir proses pembelajaran di sekolah. Penilaian merupakan serangakaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis,dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar siswa yang dilakukansecara sistematis dan berkesinambungan sehingga menjadi informasi yangbermakna dalam mengambil keputusan (Depdikbud , 1994). Penilaian pada akhir proses pembelajaran dilakukan ujian untuk mendapatkan data. 30 Informasi obyektif sebagai hasil pengukuran (Mehrens dan Lehmans,1984). Hasil ujian di suatu sekolah akan memberikan informasi tingkat keberhasilan pencapaian siswa dari tujuan pembelajaran atau intruksional (Grounlund,1985). Tingkat keberhasilan ini akan mengambarkan kemampuan siswa yang sebenarnya (Pophan,1995). Hasil ujian tersebut dapat digunakan sebagai dasar penyempurnaan program pembelajaran (Haribowo,1994).
Dengan demikian  hasil ujian akan bermanfaat sebagai bahan umpan balik dalam proses pembelajaran dan hasil ujian digunakan untuk mengetahui efektivitas dan tingkat pencapaian atau keberhasilan suatu program kegiatan terutama program pengajaran (Nitko, 1996). UAN sebagai alat kontrol sekolah pada era otonomi masih diperlukan sepanjang tidak digunakan sebagai penentu kelulusan namun berfungsi layaknya instrumen penelitian. Tetapi mata pelajaran UAN diperluas.
Dari data yang diperoleh bisa digunakan sebagai bahan rekomendasi terhadap Depdiknas dalam pengambil kebijakan pendidikan untuk meningkatkan mutu. Dari hasil tersebut bisa juga diperoleh peringkat kedudukan sekolah yang satu dengan yang lain.Akibatnya sekolah secara moral tetap terikat komitmen pada standar baku yangdibuat oleh Pemerintah Pusat.  Dan kekhawatiran terjadinya rentang mutu sekolah yang jauh antara satu dengan yang lain bisa dihindari. Sekaligus melindungi hak guru sebagai pemegang otoritas evaluasi seperti tercantum pada pasal 58 UU Sisdiknas.

2.2    Standar Nasional Pendidikan
Selama ini penentuan batas kelulusan ujian nasional ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pengambil keputusan saja. Batas kelulusan itu ditentukan sama untuk setiap mata pelajaran. Padahal karakteristik mata pelajaran dan kemampuan peserta didik tidaklah sama. Hal itu tidak menjadi pertimbangan para pengambil keputusan pendidikan. Belum tentu dalam satu jenjang pendidikan tertentu, tiap mata pelajaran memiliki standar yang sama sebagai standar minimum pencapaian kompetensi. Ada mata pelajaran yang menuntut pencapaian kompetensi minimum yang tinggi, sementara mata pelajaran lain menentukan tidak setinggi itu. Keadaan ini menjadi tidak adil bagi peserta didik, karena dituntut melebihi kapasitas kemampuan maksimalnya.

2.3   Manfaat Ujian Nasional
Sangat dirasakan bahwa anak bangsa setiap tahun akan merasakan kekuatiran akan UN, bukan saja siswa, guru, orang tua dan pengelola sekolah sendiri. Kekuatiran yang dialami sangat wajar karena dapat menentukan masa   depan akan lebih baik atau lebih suram. jika disimak dengan baik, hasil UN saat ini belum memberikan manfaat bagi siswa maupun guru dan pihak sekolah selain kekuatiran dan kegelisahan bahkan keputus asahan yang terjadi, karena dengan hasil NU yang diuji akan menentukan nasib belajar selama 6 - 9 - 12 tahun disekolah. Seolah-olah jerih payah guru dan sekolah ditentukan uji materi beberapa pelajaran yang diujikan dalam  UN. Apakah kemampuan seorang anak hanya ditentukan beberapa materi uji itu saja kah ? Adilkah itu bagi siswa, bagi guru,  sekolah maupun orang tua ?
Menyimak dan meneliti UN yang diadakan di luar negeri, lebih hanya pada mengukur kualitas hasil didik sekolah disetiap kota / propinsi atau secara national. Untuk dilihat /  dinilai / diukur  kemampaun rata-rata secara kota / daerah atau nasional. Kemudian diambil kebijaksaan pemerintah setelah dievaluasi dengan cermat, mencari solusi terbaik meliputi metode / kurikulum / sarana - prasarana untuk dibuatkan kebijaksanaan kedepan dalam meningkatkan kualitas guru / sekolah yang semuanya berdampak pada siswa.
Jadi sama sekali tidak menentukan siswa untuk bisa lulus dari ujian melalui UN. Melainkan sebagai data yang akurat kualitas sekolah, ranking sekolah disetiap kota / daerah maupun secara nasional. Dengan data yang transparan ini semua pihak bisa mencerminkan dirinya apakah sudah memenuhi syarat sebagai sekolah yang baik atau apa yang dirasa perlu untuk diitngkatkan terus. Tanpa kesulitan yang berarti, masyarakat akan menjadi penentu mana sekolah yang baik , mana yang tidak baik. Orang tua akan dengan mudah membaca bahwa anaknya berada di ranking apa jika diukur dalam sekota, se daerah atau secara nasional.
Jika UN jelas sasarannya, maka pemerintahpun akan mudah menentukan kebijaksanaan yang tepat guna, tidak lagi menghamburkan uang yang tidak ada manfaatnya, seperti UN susulan sebagai hiburan bagi yang tidak lulus, secara psikologis tidak ada manfaat apa-apa bukan ? Karena bobotnya sudah berbeda. Semua juga tahu bahwa siswa ini lulus karena susulan, realita ini tidak bisa disembuhkan hanya karena UN susulan dan lulus, effek psikologisnya terlalu besar saat ia mendaftar universitas, hampir universits yang baik akan tertutup bagi dirinya.

2.4  Dampak Ujian Nasional
2.4.I Dampak Positifnya ialah :
1.      Ujian nasional bisa menjadi peningkat mutu siswa dalam proses pembelajaran untuk menjadi SDM yang bermutu, mungkin dalam proses belajar siswa tidak serius dalam menerima pembelajaran, tetapi setelah mendengar kata Ujian Nasional siswa akan serius belajar, apalagi UN juga sebagai penentu siswa untuk memasuki sekolah negeri pilihan.
2.     Ujian Nasional juga membuat siswa untuk belajar serius, mungkin dalam keseharian belajar para siswa kurang serius, tetapi bila mendengar kata UN sudah di depan mata, mereka akan belajar lebih semangat dan bersungguh-sungguh guna menyenangkan hati orang tua mereka.
3.      Ujian Nasional juga bisa sebagai indikator untuk siswa sudah sampai manakah siswa sudah belajar serius untuk menghadapi masa depan mereka. Dengan nilai hasil ujian siswa, mereka bisa mengetahui apakah mereka sudah maksimal atau belum, bila belum, perlu dimaksimalkan.
4.      Siswa juga diajarkan untuk tidak curang seperti menyontek karena pengawasan yang super ketat dan pengawasnya pun bukan dari guru asal sekolah mereka. Bila ada yang mencurigakan para guru tidak segan-segan akan mencatat mereka dan melaporkannya pada panitia ujian guna menentukan hasil akhirnya.
5.      Menjadikan siswa juga tidak terlalu bergantung pada guru. Dengan begitu, murid akan mencari bimbel untuk persiapan UN atau mereka akan mempelajari soal UN tahun lalu guna mempersiapkan untuk UN tahun sekarang.
6.     Dengan adanya UN, akan menciptakan generasi-generasi bangsa kita yang berkompeten. UN telah menyumbang kontribusi dalam rangka penyamaan mutu pendidikan terhadap dunia internasional.
7.     Peraturan dan pelaksaan UN dapat memacu daya kreativitas dan cara berfikir murid sehingga menjadi generasi yang kreatif

Meskipun hanya mendapat 7 segi postif dari Ujian Nasional, tetap saja semua hal pasti ada segi negatif karena tidak ada yang sempurna kecuali Tuhan.

2.4.2 Dampak Negatifnya antara lain adalah :

1.     Dampak ujian nasional bagi siswa adalah timbulnya pemahaman yang keliru terhadap makna bejalar di sekolah/madrasah. Tujuan studi (belajar) yang mestinya dalam rangka mencari ilmu (thalab al- ‘ilmi), kecerdasan dan akhlak yang mulia (akhlak al-Karimah) berubah menjadi sekedar meraih elulusan ujian nasional untuk tuga mapel UN. Akibatnya, mapel-mapel yang tidak di- UN- kan akhirnya menjadi dinomorduakan, termasuk gurunya. Kondisi demikian ini masih diperparah oleh sistem pelaksanaan UN-nya tidak jujur. Setiap kali ada pelaksanaan UN hampir pasti muncul aroma yang cukup tajam bahwa ada beberapa sekolah/madrasah yang dalam pelaksanaan UN- nya tidak fair-play alias tidak jujur. Artinya, dalam pelaksanaan UN di tingkat sekolah/madrasah itu panitianya dan tentu dengan “restu” kepalanya secara langsung atau tidak langsung membantu siswa supaya lulus UN, misalnya dengan cara memberi kunci jawaban kepada peserta UN, dan juga bisa dengan cara menggunakan siswa pandai untuk “dicontoh” oleh siswa yang memang lemah.

2.     UN telah berlaku tidak adil terhadap siswa yang menjalani proses pendidikan di sekolah yang masih tertinggal, miskin sarana prasarana, ketiadaan guru yang profesional, proses belajar-mengajar seadanya, dan keterbatasan akses terhadap sumber belajar. Mereka dipaksa untuk bisa menghasilkan nilai yang sama dengan siswa dari sekolah yang sudah maju, fasilitas lengkap, guru memadai, dan punya akses yang luas terhadap resources. Input dan proses yang berbeda akan menghasilkan output yang berbeda pula. Siswa dengan latar belakang ekonomi keluarga kuat akan mampu membayar bimbingan belajar di luar sekolah dan mampu menyediakan buku serta bahan ajar yang memadai sehingga kemungkinan untuk lulus UN menjadi lebih besar. Sementara itu, siswa dari keluarga miskin akan mengalami kesulitan membayar bujet ekstra untuk bimbingan belajar di luar sekolah dan tidak mampu menyediakan buku dan bahan ajar lainnya. Karena itu, kemungkinan lulus menjadi lebih kecil. Hasil UN telah mendiskriminasi siswa yang tidak lulus untuk masuk pada pendidikan yang bagus pada jenjang berikutnya. Siswa SLTA yang ikut jalur UNPK mengalami masalahnya sendiri, karena Perguruan Tinggi Negeri tidak bersedia menerima Ijazah persamaan paket C, demikian juga dengan siswa SLTP yang ikut jalur UNPK paket B mereka juga tidak bisa masuk sekolah SMA yang bagus. Disamping itu juga terjadi stigmatisasi siswa yang tidak lulus sebagai kelompok siswa yang gagal dan 'bodoh', mereka akan menangggung beban psikologis dan sosial yang cukup berat. Tidak mengherankan ketika hasil UN diumumkan, terjadi beberapa kasus bunuh diri di kalangan siswa yang tidak lulus

3.     Jika hasil UN itu dijadikan indikator untuk memotret kelemahan para siswa dalam praksis pendidikan, hasil UN bisa menjadi efektif dan sangat dibutuhkan untuk bahan perencanaan dalam mengambil kebijakan menyusun langkah-langkah strategis upaya peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan. Dengan demikian, gap mutu yang masih terjadi selama ini bisa diperkecil.Tampaknya, walaupun UN telah dilaksanakan sejak beberapa tahun lalu, hasil UN yang memberikan indikasi kondisi nyata pendidikan tidak banyak ditindaklanjuti. Nyatanya, sekolah yang lima tahun lalu terbelakang tetap saja semakin terpinggirkan dan tetap tidak mampu meluluskan siswanya dalam UN tahun ini.

4.     Dampaknya UN pun bisa dilihat bagi yang tidak lulus. Pasti akan berdampak pada psikis. Entah dengan berbagai cara seperti kabur dari rumah, bunuh diri dan lain-lain. Itu dikarenakan mereka tidak ingin mengecewakan orang tua mereka.

5.      Siswa pun dibuat tidak percaya diri yang pada akhirnya mereka akan membeli soal atau kunci jawaban dari guru atau oknum lain jadi bisa merugikan siswa dan juga oknum yang menyelenggarakan seperti guru.

6.      Merupakan bentuk pelecehan karena, misalnya murid SMP yang sudah belajar selama 3 tahun hanya 3 hari Ujian Nasional dilaksanakan, bagaimana kalau sikap mereka berakhlak yang buruk dan nilai UNnya bagus, pasti akan banyak oknum yang menentangnya.

7.     Semua sekolah pun belum tentu kurikulumnya sama dengan yang ditetapkan oleh pemerintah. Bila Ujian nasional dilaksanakan dengan kurikulum yang berbeda, maka para murid akan bingung dan mendapat hasil UN yang kurang maksimal.

8.     Ujian Nasional hanya mengujikan mata pelajaran yang rata-rata harus dikuasai siswa seperti matematika, IPA, Bahasa Indonesia, dan bahasa inggris. Bagaimana dengan kesenian. Negara ini tidak maju karena yang mereka hasilkan hanyalah tenaga kerja yang bersifat material, sedangkan SDM luar negeri lebih berkualitas materialnya sehingga menjadikan orang pribumi kita yang menguasai material menjadi pengangguran. Kalau kesenian, hanya bangsa kita yang mempunyai seni yang beragam seperti batik. Bila pemerintah menggunakan kesenian sebagai hal yang harus dikuatkan, maka akan banyak hal yang baru dibuat di negara kita yang bisa memajukan martabat bangsa kita.

9.      Siswa pun bisa kalah sebelum bertanding karena stress yang tinggi memikirkan standar nilai yang harus dicapai yang bisa berakibat fatal.

10. Satndar Nilainya pun cepat naik dari tahun ke tahun sehingga siswa susah untuk beradaptasi kepada standar nilai Ujian Nasional tersebut.

11. Sebagian kebijakan UN bisa melumpuhkan motivasi anak karena mereka melihat ada yang belajar bermalasan dan tidak berprestasi bisa lulus karena faktor uang.


Kebijakan UN telah menimbulkan lebih banyak dampak negatif ketimbang dampak positif. Sepatutnya pemerintah mempertimbangkan kembali kebijakan pelaksanaan UN dengan mengevaluasi secara jujur dan jernih serta berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan yang sesungguhnya. Akan lebih adil jika kewajiban pemerintah terlebih dahulu dilaksanakan dengan membenahi dulu kondisi real pendidikan dan mempersempit disparitas kualitas pendidikan yang ada sebelum memaksa siswa dan guru memenuhi kewajiban untuk mencapai nilai UN yang dikehendaki.






























III.             PEMBAHASAN

Evaluasi harus mampu menjawab semua informasi tentang tingkat pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Pendidikan yang diarahkan untuk melahirkan tenaga cerdas yang mampu bekerja dan tenaga kerja yang cerdas tidak dapat diukur hanya dengan tes belaka. Untuk itu evaluasi harus mampu menjawab kecerdasan peserta didik sekaligus kemampuannya dalam bekerja. Sistem evaluasi yang lebih banyak berbentuk tes obyektif akan membuat peserta didik mengejar kemampuan kognitif dan bahkan dapat dicapai dengan cara mengafal saja. Artinya anak yang lulus ujian dalam bentuk tes obyektif belum berarti bahwa anak tersebut cerdas
Apalagi terampil bekerja, karena cukup dengan menghafal walaupun tidak mengerti maka dia dapat mengerjakan tes. Sebagai konsekuensinya harus dikembangkan sistem evaluasi yang dapatmenjawab semua kemampuan yang dipelajari dan diperoleh selama mengikuti pendidikan. Selain itu pendidikan harus mampu membedakan antara anak yang mengikuti pendidikan dengan anak yang tidak mengikuti pendidikan. Dengan kata lain evaluasi tidak bisa dilakukan hanya pada saat tertentu, tetapi harus dilakukan secara komperehensif atau menyeluruh dengan beragam bentuk dan dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan.
Ujian bertujuan untuk mempertanggung jawabkan penyelenggaraan pendidikan kepada masyarakat. Adalah ironis kalau UAN dipakai sebagai bentuk pertanggungjawaban penyenggaraan pendidikan, karena pendidikan merupakan satu kesatuan terpadu antara kognitif, afektif, dan psikomotor. Selain itu pendidikan juga bertujuan untuk membentuk manusia yang berakhlak mulia, berbudi luhur, mandiri, cerdas, dan kreative yang semuanya itu tidak dapat dilihat hanya dengan penyelenggaraan UAN. Dengan kata lain, UAN belum memenuhi syarat untuk dipakai sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan kepada masyarakat.
Bisakah UAN dipertahankan? Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa  UAN banyak bertentangan bahkan dengan tujuannya sendiri, sehingga sulit dipertahankan. Seandainya Pemerintah tetap memilih untuk mempertahankan UAN maka selama itu perdebatan dan “ketidakadilan” akan terjadi di dunia pendidikan karena memperlakukan tes yang sama kepada semua anak Indonesia yang kondisinya diakui berbeda-beda. Selain itu salah satu prinsip pendidikan adalah berpusat pada anak, artinya pendidikan harus mampu mengembangkan potensi yang dimiliki anak. Seorang anak yang berpotensi untuk menjadi seorang seniman tidak bisa dipaksakan untuk menguasai matematika kalau dia sendiri tidak menyukainya dan berpikirtidak relevan dengan seni yang digelutinya. Memperlakukan semua anak dengan memberikan UAN sama artinya menganggap semua anak berpotensi sama untuk menguasai mata pelajaran yang diujikan, padahal kenyataannya berbeda.
Bagaimana evaluasi pendidikan yang sebaiknya dilakukan? Menurut pendapat penulis, evaluasi sepenuhnya diserahkan kepada sekolah. Sistem penerimaan siswa pada jenjang berikutnya dilakukan dengan cara diberikan tes masuk oleh sekolah masing-masing. Dengan cara demikian, maka setiap sekolah akan menetapkan standar sendiri melalui tes masuk yang dipakai. Sekolah yang berkualitas akan memiliki tes masuk yang relevan, dan sekolah yang kurang bermutu akan ditinggalkan masyarakat. Selain itu sekolah yang menghasilkan lulusan yang tidak bisa menerobos ke sekolah berikutnya juga akan ditinggalkan masyarakat. Dengan demikian akan terjadi persaingan sehat antar sekolah dalam menghasilkan lulusan yang terbaik dalam arti dapat melanjutkan ke sekolah berikutnya. Sistem penerimaan dengan mengacu pada UAN akan berakibat pada manipulasi data, bahkan membuka peluang terjadinya kecurangan. Pada
umumnya sekolah berlomba-lomba untuk meluluskan siswa-siswanya dengan cara memberikan nilai kelulusan yang tinggi. Tetapi dengan adanya tes masuk pada sekolah berikutnya (kecuali masuk SLTP harus lanjut karena masih dalam cakupan wajib belajar), maka sekolah akan berlomba untuk membuat siswanya disamping lulus juga diterima di sekolah berikutnya.
Mata Pelajaran yang diujikan dalam Ujian Nasional :
a.      Untuk tingkat Sekolah Dasar (SD) ada 3 mata pelajaran yang diujikan yaitu :
                  i.      Bahasa Indonesia
                ii.      Matematika
              iii.      Ilmu Pengetahuan Alam
b.      Untuk tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) ada 4 mata pelajaran yang diujikan yaitu:
                  i.      Bahasa Indonesia
                ii.       Bahasa Inggris
              iii.      Matematika
              iv.      Ilmu Pengetahuan Alam
c.     Untuk tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) ada 6 mata pelajaran yang diujikan, tergantung penjurusannya:
                  i.      IPA :      fisika, kimia, biologi, bahasa Indonesia, bahasa inggris, matematika.
                ii.       IPS :       Ekonomigeografisosiologi,bahasa Indonesia, bahasa inggris, matematika.
              iii.         Bahasa :  Sastra Indonesia, sejarah Bahasa asing pilihan (Bahasa Mandarin,Bahasa JepangBahasa JermanBahasa PerancisBahasa Arab)
              iv.       Agama : Ilmu Tafsir, Ilmu Hadist, Ilmu Kalam
                v.       Kejuruan : Sejarah, Teori Kejuruan, Praktek Kejuruan

3.1 Pendapat Para Siswa tentang Ujian Nasional
Kami telah mensurvei 10 orang dan berikut daftar pertanyaannya
1.     Apakah anda setuju diadakannya UN?

2.     Apakah anda setuju jika UN dijadikan sebagai penentu kelulusan?


IV.            PENUTUP
4.1 Kesimpulan
UAN dipakai sebagai bentuk pertanggung jawaban penyenggaraan pendidikan,  karena pendidikan merupakan satu kesatuan terpadu antara kognitif, afektif, dan psikomotor. Selain itu pendidikan juga bertujuan untuk membentuk manusia yang berakhlak mulia, berbudi luhur, mandiri, cerdas, dan kreative yang semuanya itu tidak dapat dilihat hanya dengan penyelenggaraan UAN. Dengan kata lain, UAN belum memenuhi syarat untuk dipakai sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan kepada masyarakat. Dan pemerintah harus juga memperhatikan dampak psikologis yang dialami siswa. Dengan diadakannya UN maka siswa akan menjadi lebih terbebani, karna sungguh tidak adil jika UN dijadikan sebagai penentu hanya ujian 4 hari saja hasil yang 3 tahun akan menjadi sia-sia.

4.2 Saran

Sedih dengan sistem pendidikan yang berlaku di Indonesia. Terkesan tebang pilih dan ada dulisme arah pendidikan yang berlaku. Coba kita perhatikan Mata pelajaran lain yang tidak diujikan/yang mungkin tidak dianggap penting seperti (Pendidikan Agama/tidak diujikan), padahal menurut saya Pendidikan Agama sangat fundamental sebagai pedoman dalam pemahaman hidup. Apalah artinya bila manusia Indonesia semua pintar dan berpendidikan sangat tinggi bila tidak memiliki standar pemahaman agama yang memadai.
Seharusnya pemerintah mencotoh kenegara lain yang tingkat pendidikan yang baik. UN disebagian Negara memang diselenggarakan, tetapi mereka tidak menentukan kelulusan dengancara UN.


















DAFTAR PUSTAKA


1.      Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa Inggris SMP dan MTs. Jakarta : Puskur Balitbang Depdiknas.
2.        Pusat Pengembangan Kurikulum. 2003. Kurikulum 2004 Kerangka Dasar (draft).Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
3.      Anonim. Chemistry As a Center of Science. (16 Juni 2013).
http://www.repository.ipb.ac.id